Selasa, 16 November 2010

DISFUNGSI MUSKULOSKELETAL DEFEK KONGENITAL


A.      Pengertian Disfungsi Muskuloskeletal Defek Kongenital
                 Disfungsi Muskuloskeletal Defek Kongenital adalah gangguan pada bagian-bagian otot skeletel yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam waktu yang lama dan akan dapat menyebabkan keluhan pada sendi, ligamen, dan tendonn yang diperoleh dari faktor keturunan.
Klasifikasi Disfungsi Muskuloskeletal Defek Kongenital :
1.      Development Displasia Of The HIP
Pengertian:
Adalah kelompok kelainan abnormal tulang panggul, yang mencakup subluksasi, dislokasi dan preluksasi.
Penyebab:
·      Efek esterogen maternal pada janin, menyebabkan relaksasi ligamen-ligamen
·      Posisi panggu dan kaki intrauterin
·      Faktor-faktor genetikIt may or may not be present at birth.
Gejala:
·      Nyeri
·      kaki dapat terlihat lebih pendek di sisi dislokasi hip
·      the leg on the side of the dislocated hip may turn outward kaki di sisi dislokasi hip bisa berbelok ke luar
·      the folds in the skin of the thigh or buttocks may appear uneven lipatan pada kulit paha atau bokong mungkin muncul tidak merata
·      the space between the legs may look wider than normal ruang antara kaki mungkin terlihat lebih luas dari biasanya
Patofisiologi:
Perkembangan dari displasia pinggul (DDH) adalah hasil dari gangguan dalam hubungan normal antara acetabulum dan kepala femoralis. Without adequate contact between them, neither develops normally. Tanpa kontak yang cukup di antara mereka, tidak berkembang normal. At birth, the acetabulum has small bony and large cartilaginous contents, and the percentage of the femoral head covered by the acetabulum is smaller than it is at any other time in development; therefore, the first 6 weeks of an infant's life are critical to healthy hip joint formation. 6 , 7 , 8 Saat lahir, acetabulum telah kurus kecil dan isi kartilaginosa besar, dan persentase kepala femoralis tercakup acetabulum lebih kecil daripada saat lainnya dalam pembangunan, sehingga 6 minggu pertama kehidupan bayi sangat penting untuk sehat hip joint formasi.

2.      Clubfoot Kongenital
Pengertian:
umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki).Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya :
-       Talipes varus : inversi atau membengkok ke dalam
-       Talipes valgus : eversi atau membengkok ke luar
-       Talipes equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendanh daripada tumit
-       Talipes calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit
Penyebab:
Penyebab kaki pekuk tidak diketahui (idiopatik).

Patofisiologi :
Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine.
3.      Metatarsus Adduksi ( Varus )
Pengertian :
Anak dengan metatarsus adduktus atau kadang disebut metatarsus varus adalah suatu keadaan dimana forefoot mengalami adduksi atau deviasi ke medial, bagian lateral kaki konvek, sementara bagian medial konkaf dan mungkin terdapat juga lipatan kulit yang dalam, serta hindfoot dalam keadaan netral atau sedikit valgus pada heel. Normal garis bisecsi heel melintasi ruang antara jari II dan jari III, pada pasien dengan metatarsus adduktus, garis bergeser ke jari-jari lateral.

Klasifikasi:
Smith mengklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat.
Bleck mengklasifikasikan berdasarkan fleksibilitasnya:
Fleksibel forefoot jika masih dapat diabduksikan melebihi  garis tengah heel bisector angle.
-                 Parsial fleksibel forefoot jika dapat diabduksikan sampai ke garis tengah dan disebut rigit forefoot jika tidak dapat diabduksikan ke garis tengah.
Penyebab:
Meskipun penyebab pastinya belum diketahui namun diyakini deformitas disebabkan oleh posisi intrauterin atau crowding. Studi-studi awal menunjukkan adanya hubungan metatarsus adduktus dengan hip dysplasia, namun studi terbaru menyatakan bahwa hal tersebut tidak ada hubungan.
Penanganan:
a.              Konservatif
Kasus metatarsal adduktus paling banyak mengalami perbaikan secara spontan tanpa memerlukan splinting, brace, atau sepatu khusus. Sebagian besar kasus flexible metatarsus adduktus biasanya mengalami perbaikan ke arah normal tanpa terapi dan jarang menimbulkan nyeri saat dewasa. Pasien dengan deformitas rigit metatarsus adduktus harus menjalani early casting
b.             Pembedahan
Tindakan pembedahan pada kasus ini jarang dilakukan. Namun pada kasus yang resisten infleksibel metatarsus adduktus yang tidak menurun dengan serial casting dapat dilakukan pembedahan karena terjadi nyeri saat menggunakan sepatu. Pembedahan direncanakan antara 3 -7 tahun (proses osifikasi pada tulang midtarsal terjadi setelah usia 3 tahun). Pemilihan pembedahan meliputi membebaskan tendon abductor halusis, kapsulotomi medial midfoot, kapsulotomi sendi tarsometatarsl, dan pembebasan ligamentum intermetatarsal atau osteotomi basis metatarsal dan cuneiforme.

4.      Oseogenesis Imperfekta
Pengertian:
Osteogenesis imperfecta adalah kelompok gangguan pada pembentukan tulang yang membuat tulang mudah patah secara tidak normal.
Etiologi:
OI biasanya menunjukan suatu pola pewarisan dominan autosomal, tetapi oi dapat juga bersifat resesif. Etiologi pasti masih belum dapat diketahui.
Patofisiologi:
1.        Defek biokimia menyebabkan penurunan sintesis kolagen
2.        Hal tersebut mempengaruhi semua jaringan penyambung tubuh, yang mengakibatkan jaringan sendi lebih longgar dan peningkatan fraktur jika diberi tekanan pada tulang.
3.        Defomitas diakibatkan dari fraktur, lekukan dan gangguan pola pertumbuhan.
Gejala:
Tipe I
# Mudah patah tulang
# Riwayat penyakit dalam keluarga
# Perawakan lebih pendek
# Memiliki masalah dengan gigi
# Wajah segitiga

Tipe II
# Mutasi gen
# Bertubuh kecil

Tipe III
# Bertubuh kecil
# Gangguan pendengaran parah
# Persendian longgar
# Patah tulang pada saat lahir

Tipe IV
# Bisa diketahui dari riwayat kelaurga
# Mudah patah tulang
# Bermasalah dengan gigi
# Tulang melengkung
# Sendi longgar
B.       Etiologi
                 Penyebab utama terjadinya gangguan muskuloskeletal defek kongenital tidak diketahui secara pasti tetapi diduga karena faktor genetik.
C.       Tanda dan Gejala
1.      Kehilangan keseimbangan
2.      Pergerakan yang terbatas di daerah pinggul
3.      Posisi tungkai yang asimetris
4.      Lipatan lemak paha yang asimetris
5.      Setelah bayi berumur 3 bulan rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi pinggul tampak memendek
D.      Penatalaksanaan
1.      Awal masa bayi agar kaput femoralis tetap berada dalam kantungnya, maka dipasang alat untuk memisahkan tungkai dan melipatnya ke arah luar.
2.      Jika posisi tersebut sulit dipertahankan, bisa digunakan gips yang secara periodik diganti sehingga pertumbuhan tulang tidak terhambat.
3.      Jika tindakan dislokasi deketahui stelah nanak cukup besar, maka dilakukan tindakan pembedahan.
E.       Asuhan Keperawatan Disfungsi Muskuloskeletal Defek Kongenital
1.      Pengkajian
Data Subyektif :
a.       Data biografi
b.      Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi.
c.       Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu.
d.      Riwayat dirawat di RS
e.       Riwayat keluarga, diet

Data Obyektif :
a.       Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
b.      Bandingakan dengan sisi lainnya.
c.       Pengukuran kekuatan otot (0-5)
d.      Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
e.       Kyposis, scoliosis, lordosis.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan dalam melakukan ambulasi
Intervensi :
·         Imobilisasi
·         Dilakukan ROM untuk mengurangi komplikasi pada kaki,pinggul, lutut, dan jari-jari kaki.
b.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan geseran/pergerakan fragmen tulang
Intervensi :
·         Merubah posisi pasien
·         Kompres hangat, dingin
·         Pemijatan
·         Menguragi penekanan dan support social
c.       Gangguan perfusi perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan/tulang.
Intervensi :
·          Observasi ada tidaknya kualitas nadi periver dan bandingkan dengan pulses normal.
·          Observasi pengisian kapiler, warna kulit dan kehangatannya pada bagian distal daerah yang fraktur.
·         Kaji adanya gangguan perubahan motorik/sensorik anjurkan klien untuk mengatakan lokasi adanya rasa sakit/tidak nyaman.
·         Observasi traksi jangan sampai terlalu menekan syaraf dan pembuluh darah.
·          Pertahankan daerah yang fraktur lebih tinggi kecuali bila ada kontra indikasi.
·          Kaji bila ada edema dan pembengkakan ekstrimitas yang fraktur.
·         Observasi adanya tanda-tanda ischemik daerah tungkai seperti : penurunan suhu, dingin dan peningkatan rasa sakit.

·         Observasi tanda-tanda vital, catat dan laporkan bila ada gejala sianosis, dingin pada kulit dan gejala perubahan status mental.
·         Berikan kompres es sekitar fraktur.
·         Kolaborasi untuk pemeriksaan Laboratorium, foto rontgen, pemberian cairan parenteral atau transfusi darah bila perlu dan persiapan operasi jika perlu



3.      Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan.
Intervensi :
·      Berikan dorongan terhadap tiap-tiap proses kehilangan status kesehatan yang timbul.
·      Berikan privacy dan lingkungan yang nyaman.
·          Batasi staf perawat/petugas kesehatan yang menangani pasien.
·           Observasi bahasa non verbal dan bahasa verbal dari gejala-gejala kecemasan.
·         Temani klien bila gejala-gejala kecemasan timbul.
·          Berikan kesempatan bagi klien untuk mengekspresikan perasaannya .
·         Hindari konfrontasi dengan klien.
·         Berikan informasi tentang program pengobatan dan hal-hal lain yang mencemaskan klien
·         Lakukan intervensi keperawatan dengan hati-hati dan lakukan komunikasi terapeutik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar